Kasus pengusiran politisi kondang, Benny K.
Harman (BKH) di Restoran Mai Cenggo di Jalan Alo Tanis - Labuan Bajo, pada
Selasa (24/5/2022) makin panas didiskusikan. Pihak pelapor yang tadinya garang
seperti singa, tiba-tiba ketakutan seperti tikus basah. Pada saat pemeriksaan
di kepolisian, kursi yang diduduki pelapor terlihat basah. Belum dipastikan apakah
itu air kencing atau keringat.
Penyebabnya karena konspirasi mereka untuk tumbangkan
BKH mulai terendus aparat. Kepolisian menunjukkan pasal-pasal dalam undang-undang
ITE yang bisa menjerat pelaku. Betapa paniknya mereka ketika kepolisian memperlihatkan
pasal-pasal tentang ancaman hukuman akibat kejahatan tersebut. Ancamannya empat
sampai tujuh tahun penjara! Kebayang kan
kalau orang-orang seperti ibu Kiki harus mendekam 4-7 tahun di penjara?
Kok kasus ini cepat skali ditangani! Apakah
Polisi bertindak professional? Tampaknya tidak sepenuhnya profesional. Sebagian
bekerja di bawah tekanan, karena pengacara Restoran Mai Ceng’Go, Piter Ruman
berhasil menggiring media sosial, media elektronik, dan media cetak,
mempengaruhi pengamat dan politisi, untuk mendesak kepolisian segera menuntaskan
kasus ini.
Konspirasi
bermula ketika para pengusaha, pengacara, dan media bekerjasama untuk
menghancurkan BKH. Mereka melakukannya dengan cara menyebarluaskan rekaman CCTV
yang diedit-edit. Dalam rekaman CCTV itu ditampilkan seolah-olah BKH melakukan
pemukulan berkali-kali. Mereka membuat laporan ke polisi bahwa BKH melakukan
penganiayaan terhadap Rikardo Jundawan (baba Tjung Lee, atau yang hari ini
FB-nya berganti nama Tung Le). Mereka membentuk framing (persepsi publik) bahwa
BKH telah melakukan tindakan kekerasan di Restoran Mai Ceng’Go pada Selasa
(24/5/2022).
Pemilik restoran Mai Ceng’ Go adalah Willy Djomi.
Willy Djomi termasuk salah satu pengusaha yang disebut-sebut sebagai salah satu
dari Sembilan Naga di Flores. Dia adalah pemilik sekaligus Direktur PT Nampar
Nos yang bergerak di bidang produksi air kemasan bermerek Ruteng. Produksi ini
termasuk dalam bisnis gelap karena mengambil air tanah yang menyebabkan masalah
kekurangan air di kota Ruteng. Bisnis
restoran Mai Ceng’Go juga sedang dalam lilitan kasus pajak.
Willy Djomi berhubungan sebagai saudara sepupu
dengan dengan pemilik (owner) CV Tiara Mas, Antonius Djomy. Pihak CV Tiara Mas
pernah berperkara dengan warga Compang Longgo. Warga Compang Longgo menggugat CV
Tiara Mas karena melakukan aktivitas tambang dan merusak irigasi di Bendungan
Wae Cebong – Manggarai Barat. Saat sengketa terjadi, Piter Ruman berjuang bersama
warga Compang Longgo untuk melawan CV Tiara Mas. Pihak CV Tiara Mas menunjuk
Marselus Pahun sebagai pengacara. Hanya dalam hitungan hari, Piter Ruman yang
tadinya menjadi pengacara warga, tiba-tiba berubah menjadi pengacara CV Tiara
Mas. Masyarakat Compang Longgo menangis darah akibat pengkhianatan itu.
Ketika terjadi kasus pengusiran BKH di
Restoran Mai Ceng’ Go, pemilik restoran berkoordinasi dengan Antonius Djomi.
Saat itu Willy Djomy mengenal Piter Ruman dari Antonius Djomi. Mereka kemudian sepakat
untuk melaporkan perstiwa di Mai Ceng’Go ke Polisi. Mereka menunjuk Piter Ruman
sebagai pengacara.
Piter Ruman adalah aktivis di Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDIP). Di media-media sosial, dia membela habis-habisan
setiap kritik yang menyasar Presiden Jokowi dan PDIP. Piter adalah penyembah
Jokowi dan beraliran PDIP ‘garis keras’.
Piter tahu betul bahwa partainya diulek habis
oleh BKH dalam kasus Korupsi Bansos dan Harun Masiku. Bagi Piter, peristiwa Mai
Ceng’Go adalah momentum untuk menjatuhkan BKH dan partai Demokrat.
Pengacara yang juga merangkap Wartawan dadakan
Marselus Pahun adalah orang yang berpengalaman mengelola isu. Reputasi Marselus
mulai terbentuk ketika berhasil membentuk opini publik saat Pilkada Manggarai
Barat (Mabar). Penjabat Bupati, Fidelis Pranda, yang maju dalam Pilkada
berhasil dikalahkan. Saat itu masyarakat tidak suka dengan aktivitas penambangan/Tambang.
Pastor-pastor berada di garis paling depan
menolak tambang. Marselus mengutip pernyataan Fidelis yang intinya adalah bahwa
“Piala Misa” yang dipakai oleh Pastor-pastor juga adalah hasil tambang. Para
klerus marah dan sepakat menolak Fidelis menjadi Bupati Mabar. Masyarakat yang
wajib mengikuti suara ‘Gembala’, akhirnya memvonis Fidelis Pranda di TPS
(Tempat Pemungutan Suara). Fidelis yang sudah membangun infrastruktur dan
membuka jalur-jalur isolasi di Mabar tumbang dalam Pilkada.
Dalam kasus Mai Ceng’Go, jasa Marselus dipakai
untuk mem-blow up (meledakkan) isu penganiayaan. Rekaman CCTV diambil dan
direproduksi ulang. Tindakan yang diduga sebagai ‘penamparan’, yang terjadi hanya
satu kali, oleh Marselus ditambahkan tiga kali, sehingga terkesan menjadi empat
kali. Marselus menambahkan bagian yang sebetulnya tidak ada, dan mengurangkan
bagian yang seharusnya ada. Inilah yang namanya Edit!
Video hasil editan itu diblow-up di televisi
nasional, Metro TV. Alurnya sangat singkat, dari Marselus ke wartawan senior,
Robert Parus (wartawan asal Manggarai). Wartawan Kompas TV yang bertugas di
Maumere datang malam-malam ke Labuan Bajo untuk memburu berita ini. Selama
beberapa hari, pagi, siang, dan malam, dua televisi ini menggebuk BKH. Politisi
Demokrat itu di-framing melakukan tindakan kekerasan dan penganiayaan.
Media-media lain ikut nimbrung menghancurkan integritas BKH.
Mereka meminta politisi-politisi asal NTT yang
di Jakarta untuk memberikan komentar. Politisi Hanura Petrus Salestinus dan Politisi
Golkar Sebastian Salang memberikan komentar sangat miring tentang BKH. Ada juga
pengamat semua isu, Ramses Lalongkoe yang ikut mengadili BKH.
Sampai di sini kita mudah membandingkan bahwa
peran Marselus Pahun hampir sama dengan peran Buni Yani dalam kasus Ahok. Buni
Yani mengedit video ucapan Ahok sehingga membentuk perasaan benci yang
melahirkan demo berjilid-jilid oleh Persaudaraan Alumni (PA) 212 terhadap Ahok.
Saat ini BKH benar-benar merasa
teraniaya seperti juga yang pernah dialami Ahok.
Untuk memperkuat daya gebuk ke BKH, pengacara
Piter Ruman membuat surat keterangan palsu. Dia menyebarkan dokumen palsu yang
isinya Rikardo mengalami gangguan pendengaran.
Atas desakan pengacara Piter Ruman dan
didukung pemberitaan yang tersistematis dan massif oleh media, pihak kepolisian
bekerja siang dan malam untuk menuntaskan kasus ini. Polisi membawa Rikardo
(baba Tjung Lee) untuk melakukan Visum et Repertum. Visum et Repetum adalah keterangan
tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang
pemeriksaan medis terhadap seluruh atau sebagian tubuh seseorang, baik hidup
maupun mati, untuk kepentingan peradilan.
Apa yang terjadi? Hasil Visum et Repertum benar-benar
di luar setingan konspirator. Hasil visum menunjukkan anggota tubuh Rikardo
mulus, tidak ada tanda-tanda kekerasan fisik, tidak ada bukti penganiayaan!
Dari sinilah pihak restoran, pengacara, media mulai
ketar-ketir! Bayangan mereka untuk menjadikan BKH sebagai mesin ATM (Anjungan
Tunai Mandiri) langsung sirna. Kini mereka dihadapkan dengan fakta menyebarkan
hoax dan membuka rekaman CCTV secara illegal ke publik.
Hoax itu penipuan yang
jahat, fitnah atau pencemaran nama baik! Hoax yang disebarkan secara sistematis
dan massif oleh pengacara, media, dan pengusaha adalah seolah-olah BKH
melakukan tindakan penganiayaan.
Pasal 45A (ayat 1 dan 2)
Undang-Undang No 19 tahun
2016 tentang Perubahan atas UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE), menyebutkan
ancaman pidana paling lama enam (6) tahun atau denda paling banyak satu (1)
miliar rupiah untuk pelaku kejahatan hoax. Pelaku dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum melakukan perubahan, penghilangan, dan penambahan Informasi
Elektronik.
Lihat juga Pasal 45 (ayat 3) UU ITE, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja atau
tanpa hak mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi
elektronik yang memiliki muatan pencemaran nama baik dipidana paling lama 4
tahun dan denda 750 juta rupiah.
Selain itu polisi juga dapat menjerat pelaku dengan pasal tentang penyebaran
rekaman CCTV. UU ITE menyebutkan bahwa informasi elektronik hanya bisa
dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan aparat. Penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang
menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang
bersangkutan.
Pasal 5 ayat (1) dan (3) jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016, menyebutkan bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik
sebagai alat bukti dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan
kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan undang–undang. Pelaku Illegal
acces bisa dikenai hukuman paling ringan 6 tahun dan paling berat 7 tahun.
Para penjahat itu mulai tersudut. Semak-semak tempat mereka bersembunyi
mulai dibabat. Dari dalam semak itu mereka berteriak minta tolong supaya berdamai
saja, hambor, dan kasus tidak perlu dilanjutkan. Suara itu tidak
terdengar soalnya pendukung BKH lagi mengenakan sabuk setelah memenangkan
pertarungan di neraka.
- Kiriman dari Motang Kules – Puar Lewe, Manggarai

Komentar